Pewarta: Ifa – ifaupdatenews.com
Pasuruan — Sebuah kisah memilukan datang dari seorang guru sekolah dasar di Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan. Seorang guru perempuan bernama Nuraini (nama asli narasumber), yang mengajar di SDN Mororejo II, mengaku harus menempuh perjalanan 57 kilometer setiap hari untuk tiba di sekolah tempatnya bertugas.
Narasumber menjelaskan, ia berangkat pukul 05.30 pagi dari kediamannya di Bangil, tiba di sekolah sekitar pukul 08.00, dan pulang dengan jarak total hampir 100 kilometer setiap harinya. Kondisi geografis Tosari yang berada di wilayah lereng Bromo membuat perjalanan makin berat, terlebih dengan beban kerja dan tanggung jawab sebagai tenaga pendidik.
Dugaan Rekayasa Absen dan Pemalsuan Tanda Tangan
Dalam wawancaranya bersama Cak Sholeh, guru tersebut mengaku tidak hanya menghadapi beratnya medan perjalanan, namun juga berbagai masalah internal di sekolah.
Menurut pengakuan Nuraini:
Ia pernah mendapati absennya dilubangi dan direkayasa sehingga tercatat alpa.
Masalah tersebut kemudian dilaporkan ke dinas dan membuat dirinya dipanggil Inspektorat serta menerima sanksi administratif.
Nuraini juga mengaku pernah mengalami pemalsuan tanda tangan, yang kemudian berdampak pada pemotongan gaji.
Ia bahkan menyebut ada utang atas namanya yang ia bantah tidak pernah dilakukan.
Nuraini menegaskan seluruh dugaan tersebut terjadi tanpa sepengetahuannya dan ia baru mengetahui setelah menerima teguran dari instansi terkait.
“Saya jauh-jauh ngajar 57 kilometer, tapi justru absen saya direkayasa. Tanda tangan saya dipalsukan, gaji dipotong. Bahkan ada utang atas nama saya. Saya lelah, saya cuma ingin dipindah dekat rumah,” ungkapnya dalam wawancara.
Meminta Perlindungan dan Keadilan
Guru tersebut menilai bahwa laporan yang ditujukan ke dirinya tidak layak, karena menurutnya seluruh dugaan pelanggaran administratif justru terjadi akibat manipulasi yang tidak ia lakukan.
Narasumber berharap kasus yang dikeluhkan dapat sampai ke Bupati Pasuruan, karena ia mengaku:
Tidak memiliki “backing” pejabat,
Tidak punya dukungan pihak DPR,
Tidak punya akses ke pemangku kekuasaan tingkat atas,
Sehingga menurutnya publikasi media adalah satu-satunya cara untuk mencari keadilan.
“Saya cuma guru biasa, saya nggak punya backing siapa-siapa. Semoga berita ini sampai ke Bupati. Saya ingin pindah tugas ke Bangil supaya aman dan dekat rumah,” ujarnya.
Viral Demi Edukasi Publik: Nasib Guru Honorer dan ASN di Daerah Terpencil
Kasus yang dialami Nuraini mencuat bukan hanya soal dugaan manipulasi di internal sekolah, tetapi juga membuka potret kerasnya perjuangan tenaga pendidik di daerah terpencil.
Perjalanan jauh, medan berat, risiko keselamatan, hingga tekanan administratif—semua menjadi beban berlapis yang dialami sejumlah guru di kawasan pegunungan Bromo.
Warganet yang menyimak cerita ini mendorong agar pemerintah daerah turun tangan agar persoalan tidak berlarut. Mereka meminta:
Pemeriksaan menyeluruh terhadap dugaan manipulasi administrasi,
Perlindungan bagi guru yang bertugas jauh dari rumah,
Evaluasi kepala sekolah bila diperlukan,
Pemindahan tugas bagi guru yang terbukti memenuhi syarat dan kondisi khusus.
Harapan Besar: Pemindahan Tugas ke Bangil
Nuraini mengaku hanya menginginkan satu hal: pindah tugas ke wilayah Bangil, agar lebih dekat dengan keluarga dan tidak lagi menempuh perjalanan berbahaya setiap hari.
Ia berharap Bupati Pasuruan mendengar keluhan ini dan memberikan solusi yang adil.
Penutup
ifaupdatenews.com berupaya mengonfirmasi pihak sekolah dan instansi terkait untuk memperoleh informasi tambahan. Hingga berita ini diturunkan, klarifikasi resmi masih dalam proses.
Kasus ini diharapkan menjadi perhatian pemerintah daerah dan menjadi edukasi publik mengenai pentingnya perlindungan dan keadilan bagi tenaga pendidik yang berjasa di daerah terpencil.

